Jumat, 10 April 2015

IBUKU SAYANG
                                                                                                


Ibu
Kau begitu sangat ku sayang
Kau begitu sangat ku cinta
Kau begitu sangat ku puja

Ibu
Kelak kan ku bahagiakan engkau dengan toga ku
Agar kau bisa meneteskan air mata bahagiamu ibu
Air mata yang ku inginkan

Ibu
Kau mutiara yang indah dihidupku
Kau bagai matahari yang menyinari dunia ini
Kau begitu indah bagiku

Ibu
Terima kasih atas jasa mu selama ini
Susah senang sedih engkau selalu ada buat ku
Kau persembahkan hidup dan matimu hanya untuk ku

Kreativitas dan Keberbakatan

Nama kelompok/ 1PA14
Annida putriga          10511945
Indra purnama
Rangga lanoberta     15511868
Teni Karlina                17511072


A.      Teori mengenai kreativitas , meliputi :
1.       Teori pendorong kreativitas, meliputi:
A.      Motivasi instrinstik untuk kreativitas
Setiap individu memiliki kecenderungan atau dorongan mewujudkan potensinya, mewujudkan dirinya, dorongan berkembang menjadi matang, dorongan mengungkapkan dan mengaktifkan semua kapasitasnya.
Dorongan ini merupakan motivasi primer untuk kreativitas ketika individu membentuk hubungan-hubungan baru denganlingkungannya dalam upaya manjadi dirinya sepenuhnya. (Rogers dan Vernon 1982)


B.      Kondisi eksternal yang mendorong perilaku kreatif
Kretaivitas memang tidak dapat dipaksakan, tetapi harus dimungkinkan untuk tumbuh, bibit unggul memerlukan kokdisi yang memupuk dan memungkinkan bibit itu mengembangkan sendiri potensinya.
Bagaimana cara menciptakan lingkungan eksternal yang dapat memupuk dorongan dalam diri anak (internal) untuk mengembangkan kreativitasnya?
Menurut pengalaman Carl Rogers dalam psikoterapi adalah dengan menciptakankondisi keamanan dan kebebasan psikologis.

1.Keamanan psikologis
Ini dapat terbentuk dengan 3 proses yang saling berhubungan:
Menerima individu sebagaimana adanya dengan segala kelabihan dan  keterbatasannya.
Mengusahakan suasana  yang didalamnya evaluasi eksternal tidak ada / tidak mengandung efek mengancam. Evaluasi selalu mengandung efek mengancam yang menimbulkan kebutuhan akan pertahanan ego.
Memberikan pengertian secara empatis

Dapat menghayati perasaan-perasaan anak, pemikiran-pemikirannya, dapat melihat dari sudut pandang anak dan dapat menenrimanya, dapat memberikan rasa aman.

2. Kebebasan psikologis
Apabila guru mengijinkan atau memberi kebebasan kepada anak untuk mengekspresikan secara simbolis (melalui sajak atau gambar) pikiran atau perasaannya. Ini berarti mmebrei kebebasan dalam berfikir atau merasa apa yang ada dalam dirinya.


II. Teori-teori proses kreatif, meliputi:
A.      Teori wallas
Proses kreatif, yang diungkapkan oleh Graham Wallace (1926) dalam bukunya ‘The Art of Thought’ yang mengatakan bahwa proses kreatif meliputi empat tahap, yaitu
(1) persiapan (2) inkubasi (3) iluminasi, dan (4) verifikasi
Tahap persiapan (preparation),  Pada tahap persiapan ide datang dan timbul dari berbagai kemungkinan, dan ini dapat berasal dari guru melalui penjelasan atau penyampaian informasi topik materi pelajaran atau dapat pula dari siswa yang sebelumnya telah ditugaskan oleh guru untuk mencari ide atau gagasan yang terkait dengan materi pembelajaran.
Pada tahap inkubasi, Inkubasi adalah tahap dimana individu seakan-akan melepaskan diri untuk sementara dari masalah tersebut, dalam arti bahwa ia tidak memikirkan masalahnya secara sadar, tapi “ mengeramnya “ dalam alam pra-sadar, yaitu dimaksudkan diharapkan hadirnya suatu pemahaman serta kematangan terhadap ide yang tadi timbul
Tahap iluminasi adalah tahap timbulnya ‘insight’, yaitu saat timbulnya inspirasi atau gagasan baru, beserta proses-proses psikologi yang mengawali dan mengikuti munculnya inspirasi atau gagasan baru.
Tahap verifikasi (verification) atau tahap evaluasi adalah tahap dimana ide atau kreasi baru tersebut harus diuji terhadap realitas. Disini diperlukan pemikiran kritis dan konvergen (pemikiran kreatif) dan diikuti oleh proses konvergensi (pemikiran kritis). Tahap ini dapat dilakukan misalnya dalam bentuk simulasi dan diskusi hasil penemuan tersebut.
B.      Teori tentang belahan otak kanan dan kiri
                Guilford melihat pada perbedaan proses berpikir:
A. Kecerdasan (Intelegensi) cenderung berpikir Konvergen: yaitu proses berpikir memusat dengan penekanan pada pencapaian jawaban tunggal yang paling tepat. (Otak Kiri).
B. Kreativitas cenderung berpikir Divergen, yaitu: prosesberpikir menyebar dengan penekanan pada segi kesesuaian. (Otak Kanan).

III. Teori-teori yang melandasi produk kreatif, meliputi:
Penelitian produk penemuan dalam hukum
        Hukum paten AS mempertimbangkan unsur-unsur berikut dalam memberikan hak paten kepada investor yaitu:
a.       Kegiatan intelektual yang bermutu mendahului penemuan
b.      Gagasannya jelas dalam mengatasi masalah/kesulitan
c.       Jumlah eksperimentasi yang dilakukan sebelum mencapai produk baru
d.      Sejauh mana telah mengalami kegagalan
e.       Produk harus berguna dan merupakan kemajuan
f.       Produk terutama dinilai kreatif
g.      Produk harus memenuhi kebutuhan yang belum terpenuhi


A.         Model dari besemer dan treffinger
        Besemer dan freffinger (1981) istilah produk dalam hal ini tidak terbatas pada produk komersial, tetapi meliputi keragaman  dari benda atau gagasan (misalnya konsep kreativitas yang baru). Besemer dan freffinger menyarankan bahwa produk kreatif dapat digolongkan menjadi tiga kategori yaitu (1) kebaruan (2) pemecahan (3) kerincian dan sintensis.
Yang dimaksud dengan kebaruan menurut Besemer dan freffinger adalah sejauh mana produk itu baru; dalam hal: jumlah dan luas proses yang baru, teknik baru, bahan baru, konsep baru yang terlibat; dalam hal didalam dan diluar  lapangan/bidang; dalam hal dampak dari produk terhadap produk kreatif di masa depan.
Pemecahan menyangkut derajat sejauh mana produk itu memenuhi kebutuhan dari situasi bermasalah. Tiga criteria dalam dimensi ini ialah, bahwa produk itu harus bermakna menurut para pengamat, karena memenuhi kebutuhan logis , dengan mengikuti aturan yang ditentukan dalam bidang tertentu , dan berguna, karena dapat diterapkan secara praktis.


B.         Model penilaian kreativitas dalam mengarang

Ada empat skema penilaian terhadap kriteria dari berpikir kreatif yaitu kelancaran, kelenturan, keaslian, dan kerincian.

a)      Kelancaran, didasarkan atas jumlah kata yang digunakan dalam
Karangan tersebut.
1.      Jika kurang dari 50 kata                            skor 1
                    2.      50-99 kata                                                 skor 2
3.      100-149 kata                                             skor 3
4.      150-199 kata                                             skor 4
5.      Lebih dari 200 kata                                   skor 5

b)         Kelenturan meliputi kelenturan dalam struktur kalimat dan kelenturan dalam  konten atau gagasan
1.      Kelenturan dalam struktur kalimat
a.       Keragaman dalam bentuk kalimat
b.      Keragaman dalam menggunakan kalimat
c.       Keragaman dalam panjang kalimat

2.      Kelenturan dalam konten atau gagasan
a.       Imajinasi
b.      Fantasi
c)   Keaslian sejauh mana konten atau gaya pemikiran karangan menunjukkan orisinalitas (ketidak laziman) dibandingkan dengan karangan yang isi dan gaya penulisannya menunjukkan stereotype.

d)   Kerincian (elaborasi, kekayaan) ialah kemampuan untuk membubui atau menghiasi cerita Sehingga tampak lebih kaya.
1.      Seperti lukisan dalam ekspresi
2.      Emosi
3.      Empati
4.      Unsur pribadi
5.      Percakapan



B. Keberbakatan dan kreativitas
         I. Pengertian keberbakatan dengan pengertian kreativitas yang meliputi:
             A. Pengertian keberbakatan
           Dalam kepustakaan yang ditemukan berbagai istilah dan definisi mengenai anak berbakat dan keberbakatan. Istilah ini yang menunjukkan suatu perkembangan dari pendekatan “uni-dimensional” ( seperti definisi dari Terman yang menggunakan inteligensi sebagai criteria tunggal untuk mengidentifikasi anak berbakat, yaitu IQ 140) ke pendekatan “ multi-dimensional “. Pendekatan ini yang mengakui keragaman konsep dan kriteria keberbakatan, yaitu memerlukan cara – cara dan alat – alat yang berbeda – beda pula untuk mengidentifikasinya.

B.Hubungan keberbakatan dan kreativitas
Tentunya, bahwa kreativitas dan keberbakatan mencakup keluwesan dalam berfikir dan skelancaran dalam memproduksi ide-ide dan kelancaran dalam memproduksi ide-ide tersebut. Dan kami meyakini bahwa kreativitas dan juga keberbakatan dapat dituangkan kedalam suatu bentuk karya yang unik yang dapat merubah pandangan ataupun persepsi seseorang mengenai suatu keadaan.


Daftar Pustaka:

               Annisaecha.blogspot.com/2010/02/teori-teori-dalam-psikologi.html
Munandar, Utami.2009. pengembangan kreativitas anak berbakat. Jakarta: rineka cipta
        JS Dacey. 1989. Fundamental Of CreativeThinking. New York. Lexington Books. 157
Sharahhanifah.blogspot.com/2015/04/teori-mengenai-kreativitas.html



Rabu, 24 September 2014

Sistem Informasi Psikologi

SISTEM INFORMASI PSIKOLOGI

1      1.      Pengertian system

      Menurut Amsyah, Sistem adalah elemen-elemen yang saling berhubungan membentuk suatu          kesatuan  (Amsyah, 2000).

      Menurut Hanif Al Fatta (2007) sistem dapat diartikan sebagai suatu kumpulan atau himpunan dari  unsur atau variabel-variabel yang saling terorganisasi, saling berinteraksi, dan saling bergantung  sama lain.

     Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa sistem adalah sekumpulan komponen yang saling berhubungan dan membentuk suatu kesatuan

-          Sistem juga mempunyai memiliki ciri-ciri atau sifat-sifat seperti berikut:
·         Terdiri dari komponen-komponen yang saling berinteraksi.
·         Mempunyai lingkungan luar.
·         Mempunyai interface (jalinan).
·         Terdiri dari masukan, pengolahan dan keluaran

-          Elemen-elemen sistem:

a. Tujuan
Setiap sistem memiliki tujuan (Goal), entah hanya satu atau mungkin banyak.
b. Masukan
Masukan (input) sistem adalah segala sesuatu yang masuk ke dalam sistem dan selanjutnya menjadi bahan yang diproses. Masukan dapat berupa hal-hal yang berwujud (tampak secara fisik) maupun yang tidak tampak.
c. Proses
Proses merupakan bagian yang melakukan perubahan atau transformasi dari masukan menjadi keluaran yang berguna dan lebih bernilai.
d. Keluaran
Keluaran (output) merupakan hasil dari pemrosesan. Pada sistem informasi, keluaran bisa berupa suatu informasi, saran, cetakan laporan, dan sebagainya.
e. Batas
Yang disebut batas (boundary) sistem adalah pemisah antara sistem dan daerah di luar sistem (lingkungan). Batas sistem menentukan konfigurasi, ruang lingkup, atau kemampuan sistem.
f. Mekanisme Pengendalian dan Umpan Balik
Mekanisme pengendalian (control mechanism) diwujudkan dengan menggunakan umpan balik (feedback), yang mencuplik keluaran. Umpan balik ini digunakan untuk mengendalikan baik masukan maupun proses. Tujuannya adalah untuk mengatur agar sistem berjalan sesuai dengan tujuan.
g. Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada diluar sistem. Lingkungan bisa berpengaruh terhadap operasi sistem dalam arti bisa merugikan atau menguntungkan sistem itu sendiri.

2. Pengertian informasi

Menurut Zulkifli Amsyah (2005) informasi adalah data yang sudah diolah ke dalam bentuk tertentu sesuai dengan keperluan pemakaian informasi tersebut.
   
  Menurut Kursini & Menurut Laudon (dalam Gaol, 2008) informasi adalah data yang sudah dibentuk ke dalam sebuah formulir bentuk yang bermanfaat dan dapat digunakan untuk manusia

Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan, informasi adalah data yang sudah dibentuk sesuai dengan keperluan yang bermanfaat dalam mendukung sumber informasi.

Informasi akan memiliki arti manakala informasi tersebut memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
·      Relevan artinya Informasi yang diinginkan benar-benar ada relevansi dengan masalah yang dihadapi.
·         Kejelasan artinya terbebas dari istilah-istilah yang membingungkan.
·      Akurasi artinya bahwa informasi yang hendak disajikan harus secara teliti dan lengkap.
·       Tepat waktu artinya data yang disajikan adalah data terbaru dan mutahir.

                                          
 3. Pengertian Psikologi  

Menurut Widjono (2007) psikologi berasal dari kata psyche berarti jiwa, danlogos berarti ilmu, psikologi ialah ilmu jiwa.

Menurut Carole Wade & Carol Tavris (2007) psikologi dapat didefinisikan sebagai disiplin ilmu yang berfokus pada perilaku dan berbagai proses mental serta bagaimana perilaku dan berbagai proses  mental ini dipengaruhi oleh kondisi mental organisme dan lingkungan eksternal.

Menurut Arief Budiman (2006) psikologi ialah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia,  khususnya dari segi kejiwaannya.

         Menurut Nasarudin Latif (1996) Psikologi ialah ilmu yang membahas keadaan jiwa dan gerak kegiatan (aktivitas) serta karya jiwa manusia.

      Menurut Dali Gulö (1982) dalam kamus psikologinya, psikologi yaitu ilmu yang   mempelajari proses-proses mental dan perilaku makhluk hidup, ataupun proses-proses mental dan perilaku itu sendiri.

2  4.      Sistem informasi psikologi

Menurut Chr. Jimmy L. Gaol (2008) sistem informasi psikologi bertujuan mendapatkan pemahaman bagaimana manusia pembuat keputusan merasa dan menggunakan informasi formal.

Menurut Kertahadi (dalam Al Fatta, 2007) sistem informasi adalah suatu alat utnuk menyajikan informasi dengan cara sedemikian rupa sehingga bermanfaat bagi penerimanya. Tujuannya adalah untuk menyajikan informasi guna pengambilan keputusan pada perencanaan, pengorganisasian, pengendalian kegiatan operasi subsistem suatu perusahaan, dan menyajikan sinergi organisasi pada proses.

Dari teori – teori yang menjelaskan mengenai system, infomasi, dan psikologi di atas dapat disimpulkan bahwa Sistem Informasi Psikologi adalah pewujudkan  dari pemanfaatan media teknologi yang digunakan untuk mempermudah mendapatkan informasi – informasi yang berhubungan psikologi.

SUMBER       :

Amsyah, Z. (2005). Manajemen Sistem Informasi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
          (Google Book).

Budiman, A. (2006) Kebebasan, negara pembangunan. Jakarta: Alfabet    http://9triliun.com/artikel/1190/pengertian-sistem-informasi.html

Fatta, H.A. (2007). Analisis & Perancangan Sistem Informasi. Yogyakarta:   Penerbit Andi.  
          (Google Book).

Gaol, C.J.L (2008). Sistem Informasi Manajemen. Jakarta: Grasindo. (Google Book)

Gulö, D. (1982). Kamus Psychologi. Universitas Michigan: Tonis.

Latif, N. (1996). Biografi dan Pemikiran. Jakarta: Gema Insani Press. (Google Book)

Wade, C. & Tavris, C. (2007). Psikologi (ed.9). Jakarta: Erlangga. (Google Book)

Widjono. (2007). Bahasa Indonesia: Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan
Tinggi. Jakarta: Grasindo. (Google Book)





Jumat, 06 Juni 2014

Berne, Ellis, dan Behavior therapy

Nama    : Teni Karlina
Kelas     : 3PA11
NPM      :17511072
1.       Konsep Dasar Pandangan Analisis Transaksional Tentang Kepribadian

Pendekatan ini dikembangkan oleh Eric Berne, berlandaskan teori kepribadian yang berkenaan dengan analisis struktural dan transaksional. Teori ini menyajikan suatu kerangka bagi analisis terhadap tiga kedudukan ego yang terpisah, yaitu: orang tua, orang dewasa dan anak. Teori Berne, menggunakan beberapa kata utama dan menyajikan suatu kerangka yang bisa dimengerti dan dipelajari dengan mudah. Kata-kata utamanya adalah orang tua, orang dewasa, anak, putusan, putusan ulang, permainan, skenario, pemerasan, dicampuri, pengabdian dan ciri khas.
Transaksional analisis adalah suatu proses transaksi atau perjanjian yang mana melalui perjanjian inilah proses terapi akan dikembangkan sendiri oleh klien hingga proses pengambilan keputusan pun diambil sendiri oleh klien. Eric Berne pioner yang menerapkan transaksional analisa dalam psikoterapi. Dalam terapi ini hubungan konselor dan konseli dipandang sebagai suatu transaksional (interaksi, tindakan yang diambil, tanya jawab) dimana masing-masing individu berhubungan satu sama lain. Transaksi menurut Berne merupakan manivestasi hubungan sosial.
Unsur-unsur Terapi:
Munculnya Gangguan
Analisis transaksional berakar pada suatu filsafat yang antidetermenistik serta menekankan bahwa manusia sanggup melampaui pengkondisian dan pemerograman awal. Disamping itu, analisis transaksional berpijak pada asumsi-asumsi bahwa orang-orang sanggup memahami putusan-putusan masa lampaunya serta orang-orang mampu memilih untuk memutuskan ulang. Analsisis transaksional meletakan kepercayaan pada kesanggupan individu untuk tampil diluar pola-pola kebiasaan dan menyeleksi tujuan-tujuan dan tingkah laku baru. Meskipun percaya bahwa manusia memiliki kesanggupan untuk memilih, Berne merasa bahwa hanya sedikit orang yang sampai pada kesadaran akan perlunya menjadi otonom. “manusia dilahirkan bebas tetapi satu hal paling pertama yang dipelajari adalah berbuat sebagaimana diperintahkan dan dia menghabiskan sisia hidupnya dengan bebrbuat seperti itu. Jadi, penghambaan diri yang pertama dijalani adalah penghambaan pada orang tua. Dia menuruti perintah-perintah orang tua untuk selamanya, hanya dalam beberapa keadaan saja memperoleh hak untuk memilih cara-cara sendiri dan menghibur diri dengan suatu ilusi tentang otonomi.

Tujuan Terapi
Tujuan dasar analisis transaksional adalah membantu klien dalam membuat putusan-putusan baru yang menyangkut tingkah lakunya sekarang dan arah hidupnya. Sasarannya adalah mendorong klien agar menyadari bahwa kebebasan dirinya dalam memilih telah dibatasi oleh putusan-putusan dini mengenai posisi hidupnya dan oleh pilihan terhadap cara-cara hidup yang mandul dan deterministik. Inti terapi ini adalah menggantikan gaya hidup yang ditandai oleh permainan yang manipulatif dan oleh skenario-skenario hidup yang mengalahkan diri, dengan gaya hidup otonom yang ditandai oleh spontanitas, dan keakraban.

Peran Terapis
Terapis membantu klien dalam menemukan kondisi-kondisi masa lampau yang merugikan yang menyebabkan klien membuat putusan-putusan dini tertentu, memungut rencana-rencana hidup, dan mengembangkan strategi-strategi yang telah digunakannya dalam menghadapi orang lain yang sekarang barangkali ingin dipertimbangkannya. Terapis membantu klien memperoleh kesadaran yang lebih realitas dan mencari alternatif-alternatif guna menjalani kehidupan yang lebih otonom.

         Tugas terapis adalah menggunakan pengetahuannya untuk menunjang klien dalam hubungannya dengan suatu kontrak spesifik yang jelas yang diprakarsai oelh klien. Serta membantu agar klien memperoleh perangkat yang diperlukan bagi perubahan. Terapis mendorong dan mengajari klien agar lebih mempercayai ego orang dewasanya sendiri ketimbang ego orang dewasa terapis dalam memeriksa putusan-putusan lamanya dan dalam membuat putusan-putusan baru.

Teknik-teknik Analisis Transaksional
Prosedur pada Transaksional Analisis dikombinasikan dengan terapi Gestalt, seperti yang dikemukakan oleh James dan Jongeward (1971) dalam Corey (1988), dia menggabungkan konsep dan prosedur Transaksional Analisis dengan eksperimen Gestalt, dengan kombinasi tersebut hasil yang diperoleh dapat lebih efektif untuk mencapai kesadaran diri dan otonom. Sedangkan teknik-teknik yang dapat dipilih dan diterapkan dalam Transaksional Analisis, yaitu:
Analisis struktural, para konseli akan belajar bagaimana mengenali ketiga perwakilan ego-nya, ini dapat membantu konseli untuk mengubah pola-pola yang dirasakan dapat menghambat dan membantu konseli untuk menemukan perwakilan ego yang dianggap sebagai landasan tingkah lakunya, sehingga dapat melihat pilihan-pilihan.
Metode-metode didaktik, Transaksional Analisis menekankan pada domain kognitif, prosedur belajar-mengajar menjadi prosedur dasar dalam terapi ini.
Analisis transaksional, adalah penjabaran dari yang dilakukan orang-orang terhadap satu sama lain, sesuatu yang terjadi diantara orang-orang melibatkan suatu transaksi diantara perwakilan ego mereka, dimana saat pesan disampaikan diharapkan ada respon. Ada tiga tipe transaksi yaitu; komplementer, menyilang, dan terselubung.
Permainan peran, prosedur-prosedur Transaksional Analisis dikombinasikan dengan teknik psikodrama dan permainan peran. Dalam terapi kelompok, situasi permainan peran dapat melibatkan para anggota lain. Seseorang anggota kelompok memainkan peran sebagai perwakilan ego yang menjadi sumber masalah bagi anggota lainnya, kemudian dia berbicara pada anggota tersebut. Bentuk permainan yang lain adalah permainan menonjolkan gaya-gaya yang khas dari ego orang tua yang konstan.
Analisis upacara, hiburan, dan permainan, Analisis Transaksional meliputi pengenalan terhadap upacara (ritual), hiburan, dan permainan yang digunakan dalam menyusun waktunya. Penyusunan waktu adalah bahan penting bagi diskusi dan pemeriksaan karena merefleksikan keputusan tentang bagaimana menjalankan transaksi dengan orang lain dan memperoleh perhatian.
Analisa skenario, kekurangan otonomi berhubungan dengan keterikatan individu pada skenario atau rencana hidup yang ditetapkan pada usia dini sebagai alat untuk memenuhi kebutuhannya di dunia sebagaimana terlihat dari titik yang menguntungkan menurut posisi hidupnya. Skenario kehidupan, yang didasarkan pada serangkaian keputusan dan adaptasi sangat mirip dengan pementasan sandiwara.
RATIONAL EMOTIVE THERAPY (ELLIS)
Konsep Dasar Pandangan Rational Emotive Therapy Tentang Kepribadian
Terapi Emotif Rasional yang dikembangkan oleh Albert Ellis merupakan bagian dari terapi CBT (cognitive behavioral therapy) lebih banyak kesamaannya dengan terapi-terapi yang berorientasi kognitif-tingkah laku-tindakan dalam arti menitik beratkan pada proses berpikir, menilai, memuuskan, menganalisa dan bertindak. Konsep-konsep Terapi Emotif Rasional membangkitkan sejumlah pertanyaan yang sebaiknya, seperti: Apakah pada dasarnya psikoterapi merupakan proses reeduksi? Apakah sebaiknya terapis berfungsi terutama sebagai guru? Apakah pantas para terapis menggunakan propaganda, persuasi, dan saran-saran yang sangat direktif? Sampai mana membebaskan keefektifan usaha membebaskan para klien dari “keyakinan-keyakinan irasional” nya dengan menggunakan logika, nasihat, informasi, dan penafsiran-penafsiran.

Unsur-unsur Terapi:
Munculnya Gangguan
Terapi Emotif Rasional adalah aliran psikoterapi yang berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berpikir rasional dan jujur maupun untuk berpikir irasional dan jahat. Manusia memiliki kecenderungan-kecenderungan untuk memelihara diri, berbahagia, berpikir dan mengatakan, mencintai, bergabung dengan orang lain, serta tumbuh dan mengaktualkan diri. Akan tetapi manusia juga memiliki kecenderungan-kecenderungan ke arah menghancurkan diri, menghindari pemikiran, berlambat-lambat, menyesali kesalahan-kesalahan yang tidak berkesudahan, takhayul, intoleransi, perfeksionisme dan mencela diri serta menghindari pertumbuhan dan aktualisasi diri. Manusia pun berkecenderungan untuk terpaku pada pola-pola tingkah laku lama yang disfungional dan mencari berbagai cara untuk terlibat dalam sabotase diri.
Terapi Emotif Rasional (TRE) adalah aliran psikoterapi yang berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berpikir rasional dan jujur maupun untuk berpikir irasional dan jahat. Manusia memiliki kecenderungan-kecenderungan untuk memelihara diri, berbahagia, berpikir dan mengatakan, mencintai, bergabung dengan orang lain, serta tumbuh dan mengaktualisasikan diri. Akan tetapi, manusia juga memiliki kecenderungan-kecenderungan ke arah menghancurkan diri, menghindari pemikiran, berlambat-lambat, menyesali kesalahan-kesalahan secara tak berkesudahan, takhayul, intoleransi, perfeksionisme, dan mencela diri, serta menghindari pertumbuhan dan aktualisasi diri.

Tujuan Terapi
Tujuan utama dari terapi ini yaitu meminimalkan pandangan yang mengalahkan diri dari klien dan membantu klien untuk memperoleh filsafat hidup yang lebih realistik. Terapi ini mendorong suatu reevaluasi filosofis dan ideologis berlandaskan asumsi bahwa masalah-masalah manusia berakar secara filosofis, dengan demikian Terapi Emotif Rasional tidak diarahkan semata-mata pada penghapusan gejala (Ellis, 1967), tetapi untuk mendorong klien agar menguji secara kritis nilai-nilai dirinya yang paling dasar. Jika masalah yang dihadirkan oleh klien adalah ketakutan atas kegagalan dalam perkawinan misalnya, maka sasaran yang dituju oleh seorang terapis bukan hanya pengurangan ketakutan yang spesifik itu, melainkan penanganan atas rasa takut gagal pada umumnya. Terapi Emotif Rasional (TRE) bergerak ke seberang penghapusan gejala, dalam arti tujuan utama.
Peran Terapis
Terapis yang bekerja dalam kerangka TRE fungsinya berbeda dengan kebanyakan terapis yang lebih konvensional. Karena TRE pada dasarnya adalah suatu proses terapeutik kognitif dan behavioral yang aktif dan direktif. TRE adalah suatu proses edukatif, dan tugas utama terapis adalah mengajari klien cara-cara memahami dan mengubah diri. Terapis terutama menggunakan metodologi yang gencar, sangat direktif, dan persuasif yang menekankan aspek-aspek kognitif. (Ellis, 1973) memberikan suatu gambaran tentang apa yang dilakukan oleh terapis TRE sebagai berikut:
mengajak klien untuk berpikir tentang beberapa gagasan dasar yang irasional yang telah memotivasi banyak gangguan tingkah laku;
menantang klien untuk menguji gagasan-gagasanya;
menunjukkkan kepada klien ketidaklogisan pemikirannya;
menggunakan suatu analisis logika untuk meminimalkan keyakinan-keyakinan irasional klien;
menunjukkan bahwa keyakinan-keyakinan itu tidak ada gunanya dan bagaimana keyakinan akan mengakibatkan gangguan-gangguan emosional dan tingkah laku di masa depan;
menggunakan absurditas dan humor untuk menghadapi irasionalitas pikiran klien;
menerangkan bagaimana gagasan-gagasan yang irasional bisa diganti dengan gagasan-gagasan yang rasional yang memiliki landasan empiris;
mengajari klien bagaimana menerapkan pendekatan ilmiah pada cara berpikir sehingga klien bisa mengamati dan meminimalkan gagasan-gagasan yang irasional dan kesimpulan-kesimpulan yang tidak logis sekarang maupun pada masa yang akan datang, yang telah mengekalkan cara-cara merasa dan berperilaku yang dapat merusak diri.

Teknik-teknik Rational Emotive Therapy
a. Assertive adaptive
Teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan membiasakan klien untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan tingkah laku yang diinginkan. Latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri klien.

b. Bermain peran
Teknik untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang dikondisikan sedemikian rupa sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran tertentu.

c. Imitasi
Teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model tingkah laku tertentu dengan maksud menghadapi dan menghilangkan tingkah lakunya sendiri yang negatif.


TERAPI PERILAKU
Konsep Dasar:
Classical Conditioning
Teori belajar classical conditioning adalah teori pengkondisian atau persyaratan klasik yaitu sebuah prosedur penciptaan reflek baru dengan cara mendatangkan stimulus sebelum terjadinya reflek tersebut. Teori ini  juga dikenal dengan nama pavlovianisme. nama ini diberikan berdasarkan nama peletak dasar aliran ini yaitu Ivan Petrovitch Pavlov (1849- 1936).
Adapun penelitiannya yang dilakukannya adalah dengan mengoperasi kelenjar ludah anjing sehingga memungkinkan untuk mengukur dengan teliti air liur yang keluar sebagai respon. Setelah percobaan diulang berkali-kali, maka ternyata air liur telah keluar sebelum makanan sampai kemulutnya, yaitu:
a. Pada waktu melihat piring makanan.
b. Pada waktu melihat orang yang biasa memberi makanan.
c. Pada waktu mendengar langkah orang yang memberi makanan.
Jadi makanan disini merupakan perangsang (stimulus) yang sewajarnya bagi reflek keluarnya air liur, sedangkan piring, orang, dan suara langkah merupakan stimulus yang bukan sewajarnya. Terhadap percobaan ini Pavlov mengambil kesimpulan bahwa signal dapat memainkan peranan yang sangat penting dalam adaptasi hewan terhadap sekitarnya. Reaksi mengeluarkan air liur karena mengamati pertanda disebut dengan istilah reflek bersyarat atau conditioned reflek (CR), pertanda atau signal disebut perangsang bersyarat atau conditioned stimulus (CS), makanan dsebut perangsang tak bersyarat atau Unconditioned stimulus (US), sendangkan keluarnya air liur karena makanan disebut reflek tak bersyarat atau unconditioned reflek  (UR).
Operant Conditioning
Dasar dari pengkondisian operan (operant conditioning) dikemukakan oleh E.L. Thorndike pada tahun 1911, yakni  beberapa waktu sesudah munculnya teori classical conditioning yang dikemukakan oleh Pavlov.
Konsep Teori Skinner
Skinner bekerjadengan tiga asumsi dasar, dimana asumsi pertama dan kedua pada dasarnya menjadi asumsi psikologi pada umumnya, bahkan menjadi merupakan asumsi semua pendekatan ilmiah.
 Tingkah laku itu mengikuti hukum tertentu (behavior ofl awful). Ilmu adalah usaha untuk menemukan keteraturan, menunjukkan bahwaperistiwa tertentu berhubungan secara teratur dengan peristiwa lain.
 Tingkahlaku dapat diramalkan (behavior can be predicted). Ilmu bukan hanya menjelaskan, tetapi juga meramalkan.Bukan hanya menangani peristiwa masa lalu tetapi juga peristiwa yang akandatang.Teori yang berdaya guna adalah yang memungkinkan dapat dilakukannya prediksimengenai tingkah laku yang akan datang dan menguji prediksi itu.
 Tingkahlaku dapat dikontrol (Behavior can be controlled). Ilmu dapat melakukkan antisipasi dan menentukan/membentuk(sedikit-banyak) tingkah laku seseorang. Skinner bukan hanya ingin tahubagaimana terjadinya tingkah laku, tetapi dia sangat berkeinginan untukmemanipulasinya. Pandangan ini bertentangan dengan pandangan tradisional yangmenganggap manipulasi sebagai serangan terhadap kebebasan pribadi. Skinnermemandang tingkah laku sebagai produk kondisi anteseden tertentu, sedangkanpandangan tradisional berpendapat tingkah laku merupakan produk perubahan dalamdiri secara spontan.
Skinner membedakan perilaku atas:
Perilaku alami (innate behavior), yang kemudiandisebut juga sebagai clasical ataupun respondent behavior, yaitu perilaku yangdiharapkan timbul oleh stimulus yang jelas ataupun spesifik, perilaku yangbersifat refleksif.
Perilaku operan (operant behavior), yaitu perilakuyang ditimbulkan oleh stimulus yang tidak diketahui, namun semata-mataditimbulkan oleh organisme itu sendiri setelah mendapatkan penguatan.

Skinner membuatmesin untuk percobaanya dalam Operant Conditioning yang dinamakan dengan “Skinner Box” dan tikus yang merupakan subjek yang sering digunakandalam percobaanya.

Modelling
Bandura(1969), menyatakan bahwa belajar yang bisa diperoleh melalui pengalaman langsung, bisa juga diperoleh secara tidak langsung dengan mengamati tingkah laku orang lain berikut konsekuensi-konsekuensinya. Jadi, kecakapan-kecakapan sosial tertentu bisa diperoleh dengan mengamati dan mencontoh tingkah laku model-model yang ada. Juga reaksi-reaksi emosional yang terganggu yang dimiliki seseorang bisa dihapus dengan cara orang itu mengamati orang lain yang mendekati objek-objek atau situasi-situasi yang ditakuti tanpa mengalami akibat-akibat yang menakutkan dengan tindakan yang dilakukannya. Pengendalian diri pun bisa dipelajari melalui pengamatan atas model yang dikenai hukuman. Status dan kehormatan model amat berarti dan orang-orang pada umumnya dipengaruhi oleh tingkah laku model-model yang menempati status yang tinggi dan terhormat di mata mereka sebagai pengamat.

Unsur-unsur Terapi:
Munculnya Gangguan
Terapi perilaku (Behaviour therapy, behavior modification) adalah pendekatan untuk psikoterapi yang didasari oleh Teori Belajar (learning theory) yang bertujuan untuk menyembuhkan psikopatologi seperti; depression, anxiety disorders, phobias, dengan memakai tehnik yang didisain menguatkan kembali perilaku yang diinginkan dan menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan.
Tujuan Terapi
Mengubah perilaku yang tidak sesuai pada klien
Membantu klien belajar dalam proses pengambilan keputusan secara lebih efisien.
Mencegah munculnya masalah di kemudian hari.
Memecahkan masalah perilaku khusus yang diminta oleh klien.
Mencapai perubahan perilaku yang dapat dipakai dalam kegiatan kehidupannya.

Peran Terapis
Terapis tingkah laku harus memainkan peran aktif dan direktif dalam pemberian treatment, yakni terapis menerapkan pengetahuan ilmiah pada pencarian pemecahan masalah-masalah manusia, para kliennya. Terapi tingkah laku secara khas berfungsi sebagai guru, pengarah, dan ahli dalam mendiagnosis tingkah laku yang maladaptif dan dalam menentukan prosedur-prosedur penyembuhan yang diharapkan, mengarah pada tingkahlaku yang baru dan adjustive.

Teknik Terapi Perilaku
Desensitisasi sistematik dipandang sebagai proses deconditioning atau counterconditioning. Prosedurnya adalah memasukkan suatu respons yang bertentangan dengan kecemasan, seperti relaksasi. Individu belajar untuk relaks dalam situasi yang sebelumnya menimbulkan kecemasan.
Flooding adalah prosedur terapi perilaku di mana orang yang ketakutan memaparkan dirinya sendiri dengan apa yang membuatnya takut, secara nyata atau khayal, untuk periode waktu yang cukup panjang tanpa kesempatan meloloskan diri.
Penguatan sistematis (systematic reinforcement) didasarkan atas prinsip operan, yang disertai pemadaman respons yang tidak diharapkan. Pengkondisian operan disertai pemberian hadiah untuk respons yang diharapkan dan tidak memberikan hadiah untuk respons yang tidak diharapkan.
Pemodelan (modeling) yaitu mencontohkan dengan menggunakan belajar observasionnal. Cara ini sangat efektif untuk mengatasi ketakutan dan kecemasan, karena memberikan kesempatan kepada klien untuk mengamati orang lain mengalami situasi penimbul kecemasan tanpa menjadi terluka. Pemodelan lazimnya disertai dengan pengulangan perilaku dengan permainan simulasi (role-playing).
Regulasi diri melibatkan pemantauan dan pengamatan perilaku diri sendiri, pengendalian atas kondisi stimulus, dan mengembangkan respons bertentangan untuk mengubah perilaku maladaptif.
 Sumber : 
http://ginaindrianyiskandar.wordpress.com/
el-zahrataufiqy.blogspot.com/2012/04/konsep-teori-pembelajaran-classical.htm

Kamis, 24 April 2014

TERAPI HUMANISTIK EKSISTENSIAL

I.TERAPI HUMANISTIK EKSISTENSIAL

 a.      Konsep dasar pandangan humanistik eksistensial tentang kepribadian
     Merupakan suatu pendekatan yang berusaha mengembalikan pribadi kepada fokus sentral, yakni memberikan gambaran tentang manusia pada tarafnya yang tertinggi. Selain itu pendekatan ini memberikan kontribusi besar dalam bidang psikologi, yakni tentang penekanannya terhadap kualitas manusia terhadap manusia yang lain dalam prosesnya.

 b.      Unsur-unsur terapi
1.      Munculnya gangguan
Ketika kondisi-kondisi inti manusia mulai berubah, serta munculnya kecemasan-kecemasan terus-menerus, tidak bisa mengaktulaisasikan potensi diri, dan tidak bisa menyadari potensi-potensi diri yang dimiliki.

2.      Tujuan terapi
-  Menyajikan kondisi-kondisi untuk memaksimalkan diri dan pertumbuhan.
-  Mengapus penghambat-penghambat aktualisasi potensi pribadi dalam membantuk
   klien.
-  Membantu klien dalam menemukan dan menggunakan kebebasan memilih dan
   memperluas kesadaran diri.
-  Membantuk klien agar bebas dan bertanggung jawab atas arah kehidupan sendiri.

3.      Peran Terapis
-   Terapis berusaha untuk menekankan dan mendahulukan pemahaman (insight) klien
    agar bisa masuk ke dalam alam bawah sadar klien.
-  Kemudian terapis mulai mulai memberikan stimulus berupa sugesti-sugesti kepada
   klien tentang potensi diri yang dimiliki.

c.   Teknik-teknik terapi humanistik eksistensial
-    Klien didorong agar bersemangat untuk lebih dalam meberikan klien pemahaman
     baru dan restrukturisasi nilai dan sikap mereka untuk mencapai kehidupan yang
     lebih baik dan dianggap pantas.
-    Klien dibantu dalam mengidentifikasi dan mengklarifikasi asumsi mereka
     terhadap dunia.
-    Klien diajak mendefinisikan cara pandang agar eksistensi mereka diterima.
-   Klien diajak untuk berfokus untuk bisa melaksanakan apa yang telah mereka
    pelajari tentang diri mereka, kemudian klien didorong untuk mengaplikasikan nilai
    barunya dengan jalan yang konkrit, klien biasanya akan menemukan kekuatan
    untuk menjalani eksistensi kehidupannya yang memiliki tujuan.

II.                Person Centered Therapy (Carl Rogers)

a.      Konsep dasar pandangan rogers tentang kepribadian
1. Konseling berpusat pada person difokuskan pada tanggung jawab dan kesanggupan
   klien untuk menemukan cara-cara menghadapi kenyataan secara lebih sempurna.
2. Menekankan pada dunia fenomenal klien, dengan jalan memberi empati dan
    perhatian  terutama pada persepsi klien dan persepsinya terhadap dunia.
3.  Konseling ini dapat diterapkan pada individu yang dalam kategori normal maupun
    yang mengalami derajat penyimpangan psikologis yang lebih berat.
4.   Konseling merupakan salah satu contoh hubungan pribadi yang konstruktif.
5. Konselor perlu menunjukkan sikap-sikap tertentu untuk menciptakan hubungan       terapeutik yang efektif kepada klien (Corey,1998)

b.      Unsur-unsur terapi
-          Memiliki sensitifitas dalam hubungan insani.
-          Memiliki sikap yang obyektif.
-          Menghormati kemuliaan orang lain.
-          Memahami diri sendiri.
-          Bebas dari prasangka dan kompleks-kompleks dalam dirinya.
-          Sanggup masuk dalam dunia klien (empati) secara simpatik.


2. Tujuan terapis
  - Membantu konseli untuk menyadari kenyataan yang terjadi terhadap dirinya
   - Membantu konseli untuk membuka diri terhadap pengalaman-pengalaman baru
   -Menumbuhkan kepercayaan diri konseli
    - Membantu konseli membuat keputusan sendiri
    - Membantu konseli menyadari bahwa manusia tumbuh dalam suatu proses

Peran terapis
    Peran terapis berakar pada cara-cara keberadaannya dan sikap-sikapnya, bukan pada penggunaan teknik-teknik yang dirancang untuk menjadikan klien “berbuat sesuatu”. Pada dasarnya, terapis menjadikan dirinya sendiri sebagai alat untuk mengubah, dengan menhadapi klien pada taraf pribadi ke pribadi, maka “ peran” terapis adalah tanpa peran. Adapun fungsi terapis adalah membangun suatu iklim terapeutik yang menunjang pertumbuhan klien. Jadi, terapis membangun hubungan yang membantu dimana klien akan mengalami kebebasan yang diperlukan untuk mengeksplorasi area-area hidupnya yang sekarang diingkari atau didistrosi. Klien kurang defensif dan menjadi lebih terbuka terhadap kemungkinan- kemungkinan yang ada dalam dirinya maupun dalam dunia.

Teknik-teknik terapis
- Acceptance (penerimaan)
- Respect (rasa hormat)
- Understanding (mengerti dan memahami)
- Reassurance (menentramkan hati dan menyakinkan)
- Ecouragement (dorongan)
- Limited Questioning (pertanyaan terbatas)
- Reflection (memantulkan pertanyaan dan perasaan)

III.             Logoterapi (Victor Frankl)

a.      Konsep dasar pandangan frankl tentang kepribadian
Frankl menamakan terapinya dengan logoterapi, dari kata yunani, logosyang berarti pelajaran, kata, ruh, tuhan, atau makna. Frankl menekankan kehendak untuk makna sebagai sumber utama motivasi. Logoterapi percaya bahwa perjuangan untuk menemukan makna hidup dalam hidup seseorang merupakan motivator utama orang tersebut, logoterapi berusaha membuat pasien menyadari tanggung jawab dirinya dan memberinya kesempatan untuk memilih, untuk apa, atau kepada iapa dia merasa bertanggung jawab.
b.      Unsur-unsur terapi
Ø  Munculnya gangguan
Ketika manusia tidak mempunyai keinginan terhadap sesuatu, karena keinginan akan mendorong setiap manusia untuk melakukan berbagai kegiatan agar hidupnya di rasakan berarti dan berharga.
Ø  Tujuan Terapis
1.      Memahami adanya potensi dan sumber daya rohaniah yang secara universal ada pada setiap orang terlepas dari ras, keyakinan, dan agama yang dianutnya.
2.      Menyadari bahwa sumber-sumber dan potensi itu sering ditekan, terhambat, dan diabaikan, bahkan terlupakan.
3.      Memanfaatkan daya-daya tersebut untuk bangkit kembali dari penderitaan untuk mampu tegak kokoh menghadapi berbagai kendala, dan secara sadar mengembangkan diri untuk meraih kualitas hidup yang lebih bermakna.
Ø  Peran terapis
Terapis memberikan sugesti-sugesti terhadap klien, bahwa setiap manusia mempunyai kebebasan untuk menentukan sendiri apa yang dianggap penting dalam hidupnya.

c.       Teknik terapi logoterapi
Klien diajarkan bahwa setiap kehidupan dirinya mempunyai maksud, tujuan, dan makna yang harus diupayakan untuk ditemukan dan dipenuhi. Hidup kita tidak lagi kosong jika kita menemukan suatu sebab dan sesuatu yang dapat mendedikasikan eksistensi kita.

Sumber                : Frankl. Emil. 2004. On the theory and therapy of mental disorders: an introduction to logotherapy and existential analysis. Brunner-Routledge 270 Madison Avenue. New York.

Corey, Gerald. (2010). Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Bandung. PT.Refika. Aditama.